Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

Di era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas sumber daya manusia ini hanya dapat diperoleh dari proses belajar yaitu melalui pendidikan. Pendidikan dewasa ini bukan hanya untuk memenuhi target kurikulum semata, namun menuntut adanya pemahaman kepada peserta didik. Pemahaman yang dimaksud bukanlah pemahaman dalam arti sempit yaitu menghafal materi pelajaran, namun pemahaman dalam arti luas yaitu lebih cenderung menekankan pada kegiatan proses pembelajaran yang meliputi menemukan konsep, mencari dan lain sebagainya serta peserta didik dituntut untuk dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun sayangnya, praktek pembelajaran yang demikian masih belum diterapkan secara keseluruhan, sehingga tujuan dan hasil pendidikan belum sesuai dari apa yang diharapkan.


Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan potensi yang dimilikinya, mengubah tingkah laku ke arah yang lebih baik. Pendidikan juga dapat mencetak manusia menjadi sumber daya manusia yang handal dan terampil di bidangnya. Pendidikan sebenarnya merupakan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks. Peristiwa tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia sehingga manusia itu tumbuh sebagai pribadi yang utuh. Selain itu dalam dunia pendidikan, proses belajar mengajar merupakan proses yang bisa diterapkan. Mengajar dan belajar merupakan proses kegiatan yang tidak dapat dipisahkan.

Proses belajar mengajar yang berkembang di kelas umumnya ditentukan oleh peran guru dan siswa sebagai individu-individu yang terlibat langsung di dalam proses tersebut. Prestasi belajar siswa itu sendiri sedikit banyak tergantung pada cara guru menyampaikan pelajaran pada anak didiknya. Oleh karena itu kemampuan serta kesiapan guru dalam mengajar memegang peranan penting bagi keberhasilan proses belajar mengajar pada siswa. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara prestasi belajar siswa dengan metode mengajar yang digunakan oleh guru.

Pendidikan kewarganegaraan adalah ilmu yang berkenaan dengan konsep disusun secara hierarki dan penalaran dedukatif yang membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan. Pemahaman konsep merupakan langkah awal yang diambil untuk melangkah pada tahap selanjutnya yaitu aplikasi dalam mempelajari konsep pendidikan kewarganegaraan. Namun demikian siswa pada umumya belum menguasai materi prasyarat dari konsep yang diajarkan.

Upaya mengatasi kesulitan belajar pendidikan kewarganegaraan dan meningkatkan mutu pendidikan sekolah diantaranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang baru. Model pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar dengan berbagai variasi sehingga siswa terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana yang nyaman dan menyenangkan.

Dalam interaksi belajar mengajar terdapat berbagai macam model pembelajaran yang bertujuan agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan proses belajar mengajar aktif serta memungkinkan timbulnya sikap keterkaitan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara menyeluruh.

Perlunya dikembangkan pengajaran yang dapat membangun keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar adalah sebagai alternatif model pembelajaran yang baru. Pembelajaran yang efektif tersebut harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan. Seiring diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan diharapkan guru dapat meningkatkan prestasi siswa khususnya pada pengajaran pendidikan kewarganegaraan dengan berkreasi dan berinovasi menggunakan berbagai macam strategi pembelajaran yang berkembang saat ini.

Model penyampaian masalah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam mempelajari pokok bahasan tertentu. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan kemasan yang dibuat untuk membungkus materi agar lebih mudah dipahami, menarik, tidak menjenuhkan sehingga tujuan dari pengajaran yang dilakukan dapat tercapai. Model pembelajaran biasanya dijadikan sebagai parameter untuk melihat sejauh mana siswa dapat menerima dan menerapkan materi yang disampaikan guru dengan mudah dan menyenangkan dengan model yang diterapkan.

Proses pengajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru dengan peserta didik yang tidak hanya menekan pada apa yang dipelajari tetapi menekan bagaimana ia harus belajar. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS). Penerapan model pembelajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan siswa sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa.

Aktivitas belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini mengingatkan bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dalam rangka memberikan pengalaman-pengalaman belajar pada siswa. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut kemungkinan besar akan dapat mengambil pengalaman-pengalaman belajar tersebut. Kegiatan belajar dipandang sebagai kegiatan komunikasi antara siswa dan guru. Kegiatan komunikasi ini tidak akan tercapai apabila siswa tidak dapat aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan.

Model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan system kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam grup (kelompok) (Lie, 2007: 28).

Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negative mengenai kegiatan kerja sama atau belajar dalam kelompok. Banyak siswa juga tidak senang apabila disuruh untuk bekerjasama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsure-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. (Lie, 2007: 29).

A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Anita Lie (2004:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.
Menurut Thomson, et al (1995) dalam Karuru (2007), pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar bela kangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khu-sus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995 dalam Karuru, 2007).

Roger dan David Johnson dalam buku (Anita Lie, 2007: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsure model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan.
a. Saling ketergantungan positif
Dalam berkelompok, setiap orangnya pasti saling ketergantungan karena untuk menciptakan kelompok kerja kelompok yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsure ini merupakan akibat unsure langsung dari yang pertama, jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.



c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kepada pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.
d. Komunikasi antar anggota
Unsure ini juga agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan untuk berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
e. Evaluasi proses kelompok
Teknik belajar mengajar Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak usia didik. (Lie, 2007: 61)

Menurut Arend, 2004 (dalam Risnawati, 2005) menyatakan bahwa pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Bila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

Menurut Barba, 1995 (dalam Susanto, 1999) belajar kooperatif adalah strategi pembelajaran kelompok kecil yang digunakan untuk:
a. Meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok
b. Memperbaiki hubungan antar siswa yang berbeda latar belakang etnik dan kemampuannya
c. Mengembangkan keterampilannya untuk memecahkan masalah melalui kelompok
d. Mendorong proses demokrasi di kelas

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan metode pembalajaran yang didasarkan atas kerjasama kelompok yang dilakukan untuk mencapai tujuan khusus. Pada pelaksanaan pembelajaran kooperatif siswa tidak cukup hanya mempelajari materi saja, tetapi harus mempelajari keterampilan kooperatif.

Metode pembelajaran kooperatif ini mempunyai kelebihan-kelebihan yaitu:
a. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
b. Siswa dapat berkomunikasi dengan temannya
c. Dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran
d. Dapat meningkatkan pemahaman dalam prestasi belajar

Keuntungan ini akan lebih apabila dilaksanakan dalam kelas kecil atau dengan jumlah siswanya sedikit. Lie dalam bukunya Cooperative Learning (2004:54) mengemukakan beberapa model pembelajara kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-Share and Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TSTS), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan.

Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
2. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.
3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan- bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

Menurut Van der Kley (dalam Sunaryanto, 1998:165) ada beberapa cara menilai hasil belajar siswa dalam belajar kooperatif yaitu:
a. Setiap anggota kelompok mendapatkan nilai yang sama dengan nilai kelompok.
b. Setiap siswa diberi tugas atau tes perorangan setelah kegiatan belajar kooperatif berakhir.
c. Seorang siswa atas nama kelompoknya bisa dipilih secara acak untuk menjelaskan pemecahan materi tugas.
d. Nilai setiap anggota kelompok ditulis dan dibagi untuk mendapatkan nilai rata-rata kelompok.

Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar kooperatif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan.

B. Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS)
a. Pengertian
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.

b. Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay Two Stray
Ciri-ciri model pembelajaran TSTS, yaitu:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3. Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
4. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu

c. Tujuan
Dalam model pembelajaran ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam proses ini, akan terjadi kegiatan menyimak materi pada siswa.

Dalam model pembelajaran kooperatif TSTS ini memiliki tujuan yang sama dengan pendekatan pembelajaran kooperatif yang telah di bahas sebelumnya. Siswa di ajak untuk bergotong royong dalam menemukan suatu konsep. Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar.

Dengan demikian, pada dasarnya kembali pada hakekat keterampilan berbahasa yang menjadi satu kesatuan yaitu membaca, berbicara, menulis dan menyimak. Ketika siswa menjelaskan materi yang dibahas oleh kelompoknya, maka tentu siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa yang di jelaskan oleh temannya. materi kepada teman lain. Demikian juga ketika siswa kembali ke kelompoknya untuk menjelaskan materi apa yang di dapat dari kelompok yang dikunjungi. Siswa yang kembali tersebut menjelaskan materi yang di dapat dari kelompok lain, siswa yang bertugas menjaga rumah menyimak hal yang dijelaskan oleh temannya.

Dalam proses pembelajaran dengan model two stay two stray, secara sadar ataupun tidak sadar, siswa akan melakukan salah satu kegiatan berbahasa yang menjadi kajian untuk ditingkatkan yaitu keterampilan menyimak. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif TSTS seperti itu, siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan menyimak secara langsung, dalam artian tidak selalu dengan cara menyimak apa yang guru utarakan yang dapat membuat siswa jenuh. Dengan penerapan model pembelajaran TSTS, siswa juga akan terlibat secara aktif, sehingga akan memunculkan semangat siswa dalam belajar (aktif).

Sedangkan tanya jawab dapat dilakukan oleh siswa dari kelompok satu dan yang lain, dengan cara mencocokan materi yang didapat dengan materi yang disampaikan. Dengan begitu, siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Kemudian bagi guru atau peneliti, menjadi acuan evaluasi berapa persenkah keberhasilan penggunaan model pemelajaran kooperatif two stay two stray ini dalam meningkatkan keterampilan menyimak siswa.

d. Langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray
Adapun langkah-langkah model pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu (dalam Lie, 2002:60-61) adalah sebagai berikut.
a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.
c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka

e. Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran TSTS
Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut.
1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa dan suku.
2. Presentasi Guru
Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat.
3. Kegiatan Kelompok
Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahkan masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
4. Formalisasi
Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.
5. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan
Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

f. Kelebihan dan kekurangan model TSTS
Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut.
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
c. Lebih berorientasi pada keaktifan.
d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar

Sedangkan kekurangan dari model TSTS adalah:
a. Membutuhkan waktu yang lama
b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelumpembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompk harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.

g.Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model TSTS adalah siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Kekurangan model pembelajaran TSTS adalah teknik ini membutuhkan persiapan yang matang karena proses belajar mengajar dengan model TSTSmembutuhkan waktu yang lama dan pengelolaan kelas yang optimal. Selain itu berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat disarankan bahwa dalam menerapkan model Two Stay Two Stray hendaknya disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru. Bagi guru selanjutnya disarankan agar tidak hanya menilai hasil belajar tapi juga menilai segala aktivitas atau keaktifan setiap siswa dalam melaksanakan langkah-langkah model ini.


---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jika artikel ini bermanfaat tolong komentarnya 
sekian semoga bermanfaat :)

21 komentar

  1. assalamu'alaikum... boleh minta referensinya kak... makasih...

    BalasHapus
  2. Anonim : waduh refrensi bukunya saya belum tahu dari mana, soalnya data ini saya ambi dari tugas kuliah rekan-rekan saya. nanti saya cari tahu dulu ya, mudah-mudahan ketemu.

    BalasHapus
  3. Assalamm,,, ad bku refernsinya taq? *Punten, mksih

    BalasHapus
  4. tak ada mba'e saya lupa tulis, ref di alamat ini aja.

    BalasHapus
  5. Kak ada buku referensinya??makasih kak..

    BalasHapus
  6. saya lupa tulis anonim, ref ke blog ini aja kalau mau. maf sekali lagi ya.

    BalasHapus
  7. salam kenal, artikelnya ok bgt
    minta referensinya donk wt menunjang skripsi saya ato kirmkan judul ma nama pengarang yang berkenaan dengan TSTS
    trims

    BalasHapus
  8. ms bisa minta contoh rpp sama lembar diskusi siswanya?

    BalasHapus
  9. ok, kalau smpt dan lg mood saya bikinin dah rppnya...

    BalasHapus
  10. Ass wrb ya betul buku referensinya agag susah ni

    BalasHapus
  11. buku referensinya apa kak???sepertinya jarang sy temui metode ini..

    BalasHapus
  12. ada yg sydah punya datanya?..sama untuk buat skripsi..bgi yg sudah punya,,mhon hub. 087823606129..ya,maksih

    BalasHapus
  13. terima kasih,, ada pustakanya..?

    BalasHapus
  14. Cari buku referensi nya dimana ya?
    Lagi banget ne..

    BalasHapus
  15. Cari buku referensi nya dimana ya?
    Lagi banget ne..

    BalasHapus
  16. Kak.. kalo misalkan jumlah siswa nya ganjil gimana? Kan nanti perkelompok sudah tidak 4 orang lagi.. mohon penjelasannya.. trms

    BalasHapus
    Balasan
    1. walaupun di dalam teori 4 orang, namun dalam prakek pasti ada saja kekurangan misalkan dalam kelas jumlah siswa ganjil berati nanti ada ada 1 kelompok yang 3 orang namun di kondisikan siswa2 yang aktif tentunya untuk kelompok ini. atau alternatif lain 3 orang sisa bisa digabungkan dengan kelompok lainnya. karena intinyanya kelompok kecil ini ada yang keluar ke kelompok lain untuk memhami tugas dan kembali ke kelompok semula untuk membahas informasi yang di dapat. begitu. semoga jawabnnya memuaskan.

      Hapus

silahkan berkomentar dengan bijak, sopan, dan santun. termiakasih telah mampir dan membaca blog kami.
EmoticonEmoticon