PERAN KO-TEKS DAN KONTEKS DALAM PEMAHAMAN WACANA TEKS FILM DORAEMON (WTFD)

Oleh: Nurhidayati*
Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang

Interpretor texs related to co-texs and contexs. Co-texs used to understanding meaning of words with words or sentences before or behind of texs interpreted. Contexs used to understanding meaning of words or texs with sence background, situation,, and texs. Situation contexs related be social competence, culture, and strategies. Texs contexs related be interpretation and meaning of unsure texs. Aspect co-texs was influenced in interpretation and understanding of meaning Doraemon film is sentences or texs were before or behind of texs interpreted. Aspext contexs was influenced in interpretation and understanding of meaning Doraemon film is situation contexs and culture contexs.
Keywords: co-texs, contexs, wacana, film, Doraemon.

Dalam menafsirkan sebuah wacana penganalis dibatasi penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut ko-teks. Ko-teks dapat berfungsi untuk merekonstruksikan sekurang-kurangnya bagian tertentu dari konteks fisiknya dan kemudian sampai pada suatu tafsiran mengenai teksnya Meskipun ko-teks mempunyai pengaruh yang kuat dalam analisis wacana, penganalisis harus memperluas visinya dari ko-teks menjadi konteks yaitu keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi produksi bahasa. Aspek konteks mengacu pada segala latar belakang pengetahuan, situasi dan teks. Konteks sebagai situasi berkaitan dengan kompetensi sosial, budaya, dan strategi; dan konteks sebagai teks berkaitan dengan keberadaan unsur-unsur teks yang bisa dipisahkan, diartikan, dan dimaknai. Aspek ko-teks yang mempengaruhi pemahaman teks film Doraemon berupa kalimat, atau wacana berupa teks yang mendahului dan mengikutnya yang mendukung arti teks sesudahnya atau sebelumnya. Sedang aspek konteks yang mempengaruhi pemahaman wacana teks film Doraemon adalah berupa konteks situasi dan konteks kultural.
Kata kunci: ko-teks, konteks, wacana, film, Doraemon.

Film Doraemon merupakan salah satu film anak-anak yang sampai saat ini masih ditayangkan oleh salah satu pemancar televisi di Indonesia. Film tersebut sangat digemari, baik oleh anak-anak maupun remaja. Film Doraemon merupakan film yang menyajikan dan menghayalkan teknologi super canggih yang dihasilkan dari kantong ajaib pemeran utama film tersebut yaitu Doraemon.
Doraemon adalah robot kucing laki-laki yang merupakan sahabat setia seorang anak laki-laki cengeng yang bernama Nobita. Doraemon selalu menyediakan apapun yang diinginkan oleh Nobita. Selain itu dalam film ini juga ditampilkan tokoh-tokoh pendukung yang juga merupakan teman-teman Nobita yaitu Giant (anak laki-laki yang tubuhnya besar yang selalu inigin menang), Soneo (anak orang kaya), Sizuka (anak wanita yang disukai Nobita), serta orang tua masing-masing.
Wacana dalam kajian ini dipahami dari 3 dimensi kewacanaan secara simultan, yaitu (1) dimensi teks bahasa, (2) dimensi praksis wacana yaitu aspek yang berkaitan dengan partisipan dan konteks wacana, dan (3) dimensi praksis sosiokultural yaitu perbedaan dimensi sosial masyarakat institusi dan kebudayaan yang menentukan bentuk dan makna sebuah wacana. Wacana ini menarik untuk dikaji berkaitan dengan para pemeran film tersebut yang mempunyai karakter yang bervariasi dan merupakan film yang digemari baik oleh anak-anak maupun remaja.

Dalam menafsirkan suatu kalimat dalam wacana seorang analis wacana selalu dibatasi penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut ko-teks. Setiap teks menciptakan ko-teksnya sendiri. Koteks mempunyai kekuataan untuk menafsirkan wacana, bahkan juga untuk teks yang tidak mempunyai informasi mengenai tempat dan waktu, penutur, dan penerima tuturan. Ko-teks dapat berfungsi untuk merekonstruksikan sekurang-kurangnya bagian tertentu dari konteks fisiknya dan kemudian sampai pada suatu tafsiran mengenai teksnya.

Selain itu, kajian wacana didasarkan pada kenyataan bahwa pemakai bahasa tidak berpegang pada kebenaran bentuk dan struktur semata, melainkan juga pada kaidah-kaidah lain yang berlaku, yang berkaitan dengan pengetahuan pemakai bahasa mengenai dunia. Pengetahuan pemakai bahasa tersebut meliputi pengetahuan yang berhubungan dengan konteks. Melalui konteks tersebut, analis wacana berusaha membuat pengertian dan melakukan interpretasi yang memadai sebagaimana dimaksudkan oleh penutur. Usaha analis dalam menginterpretasi hingga sampai pada kebenaran maksud merupakan kunci utama dalam analisis wacana (Brwon & Yule, 1996:39).

Dalam menganalisis wacana diperlukan interpretasi untuk dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur, dengan menggunakan prinsip-prinsip penafsiran yaitu prinsip interpretasi lokal (prinsip lokalitas), dan prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal memberikan tuntunan kepada partisipan tutur/analis wacana untuk tidak menciptakan konteks yang lebih luas dari yang diperlukan agar diperoleh suatu interpretasi yang sangat mendekati maksud aslinya. Prinsip ini sangat tergantung pada kemampuan analis wacana dalam menggunakan dunia luas dari pengalaman masa lampau yang telah dimilikinya untuk menginterpretasikan gaya bahasa yang dijumpainya (Wahab,1990:56).
Adapun prinsip analogi didasarkan pada pengalaman masa lampau yang relevan. Dalam prinsip analogi segala sesuatu diasumsikan seperti dalam keadaan sebelumnya, kecuali jika analis mendapatkan informasi bahwa beberapa aspek telah berubah. Dengan demikian, pemahaman terhadap wacana didasarkan pada pengetahuan pribadi analis wacana berkaitan dengan maksud yang dituturkan, terhadap pribadi dan prilaku penutur, serta terhadap konteks-konteks yang melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut.
Tujuan analisis wacana teks yang dilaporkan dalam artikel ini adalah bagaimana aspek ko-teks dan konteks mempengaruhi pemahaman kalimat dalam wacana teks film Doraemon? Adapun ruang lingkup kajian meliputi: (1) aspek ko-teks yang berbentuk kata, kalimat, paragraf, wacana, atau teks lain yang ada di luar teks yang dikaji sebagaimana pendapat Cook (1989:10) dan Mei (1993:184) dan (2) aspek konteks yang meliputi medan wacana, pelibat wacana, dan organisasi wacana, sebagaimana digambarkan oleh Haliday & Hasan (1985:12) berikut ini.


PEMBAHASAN
Dalam artikel ini dibahas dua hal pokok, yaitu peranan koteks dan konteks dalam analisis wacana, dan aspek ko-teks dan konteks dalam wacana teks film Doraemon. Kedua topik tersebut dijelaskan berikut ini.

Peranan Ko-Teks dan Konteks dalam Analisis Wacana
Dengan mengacu pada pendapat Cooks (1989:9-10) dan Mey (1993:184-185), ko-teks dalam makalah ini dipahami sebagai lingkungan kebahasaan yang melingkupi suatu wacana, yang dapat berwujud ujaran, kata, kalimat, paragraf, atau wacana. Dengan demikian, dalam menafsirkan sebuah wacana penganalis dibatasi penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut ko-teks. Setiap teks menciptakan ko-teksnya sendiri. Ko-teks mempunyai kekuataan untuk menafsirkan wacana, bahkan juga untuk teks yang tidak mempunyai informasi mengenai tempat dan waktu, penutur, dan penerima tuturan. Ko-teks dapat berfungsi untuk merekonstruksikan sekurang-kurangnya bagian tertentu dari konteks fisiknya dan kemudian sampai pada suatu tafsiran mengenai teksnya.
Meskipun ko-teks mempunyai pengaruh yang kuat dalam analisis wacana, penganalisis harus memperluas visinya dari ko-teks menjadi konteks yaitu keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi produksi bahasa. Dengan mengikuti pendapat Halliday & Hasan (1985:12-20), konteks yang secara harfiah diartikan sebagai something accompanying text, yaitu sesuatu yang inheren dan hadir bersama teks. Konteks diungkapkan melalui karakterisasi bahasa yang digunakan penutur. Oleh Halliday, something di atas diolah menjadi sesuatu yang telah ada dan hadir dalam partisipan sebelum tindak komunikasi dilakukan, karena itu konteks mengacu pada konteks kultural dan konteks sosial yang diidentifikasikan atas ranah, tenor, dan modi (Halliday, 1978:67; Wirth, 1984:95).
Aspek konteks mengacu pada segala latar belakang pengetahuan, situasi, dan teks. Konteks sebagai pengetahuan berkaitan dengan kompetensi komunikasi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadai sebuah tuturan. Konteks sebagai situasi berkaitan dengan kompetensi sosial, budaya, dan strategi; dan konteks sebagai teks berkaitan dengan keberadaan unsur-unsur teks yang bisa dipisahkan, diartikan, dan dimaknai sebagaimana pendapat Schiffrin (1994:66) dan Leech (1983:13-14).
Dalam kajian ini, pemahaman konteks diarahkan pada pengertian sempit dan luas. Dalam pengertian sempit, konteks mengacu pada faktor di luar teks. Sedang dalam pengertian luas, konteks dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang relevan dengan ciri dunia dan ko-teks. Pengetahuan yang relevan dengan ciri dunia berkaitan dengan situasi fisik, situasi sosial dan budaya, penanggap, skemata mereka, dan teks lain (interteks) (Cook,1989:24).
Sesuai dengan pendapat Brown & Yule (1996:35-40), konteks situasi yang akan dideskripsikan menghubungkan kategori-kategori berikut. (1) Ciri-ciri yang relevan dari para peserta: orang-orang, kepribadian pada perbuatan verbal, dan nonverbal para peserta; (2) tujuan-tujuan yang relevan; dan (3) akibat perbuatan verbal. Wacana dalam teks film Doraemon dipandang sebagai satu unit bahasa yang dalam penggunaannya dibentuk oleh struktur dan tekstur tertentu, unit semantis yang kohesif dan koheren, dan proses sosiosemantis yang dilengkapi konteks situasi serta konteks kultural (Halliday & Hasan, 1985:12-25; Brown & Yule, 1996:35).
Teks tersebut dieksplanasi dan dipandang sebagai rekaman kebahasaan yang utuh dalam suatu peristiwa komunikasi. Ciri keutuhan teks terletak pada pertimbangan berbagai unsur yang terlibat dalam tindak komunikasi pada proses pemaknaan rekaman kebahasaan berlangsung (Djajasudarna, 1994:76; Brown & Yule, 1996:7). Teks merupakan manifestasi wacana secara penuh, Recour mendefinisikan teks sebagai “any discours fixed by writing” yang bermakna sekumpulan wacana yang dijalin atau diawetkan melalui tulisan. Tulisan merupakan medium di mana sekumpulan wacana dijalin yang menurut Ricoueur teks merupakan karya yang merupakan sebuah totalitas singular. Teks juga mengusung ciri-ciri yang melekat pada wacana yaitu berada dalam dialektika peristiwa makna dan dialektika pengertian acuan (Mukalam & Hadi Hardono, 2006).
Hal ini didasarkan pada konsep Van Dijk (1977:94) bahwa pemahaman tentang konteks terhadap suatu teks sangat dibutuhkan sebagai prasyarat untuk menjadikan suatu bentuk ekspresi kebahasaan bermakna. Pengetahuan konteks merupakan bagian dari struktur mental individu dan sistem konvensi interaksional suatu masyarakat.
Dengan mengacu pada pandangan Halliday & Hasan (1985:12-20), konteks sosial wacana yang merupakan lingkungan terjadinya tuturan mencakup (1) medan wacana (field of discourse), (2) pelibat wacana (tenor of discourse), dan (3) sarana /organisasi wacana (mode of discourse).
Medan wacana mengacu pada hal-hal yang terjadi, pada sifat tindakan sosial yang sedang berlangsung, segala sesuatu yang sedang dilakukan para pelibat/peserta yang didalamnya bahasa memegang peranan. Pelibat wacana mengacu pada orang-orang, sifat, kedudukan, serta jenis hubungan peranan. Sarana/organisasi wacana merupakan bagian yang diperankan oleh bahasa seperti penyusunan simbol-simbol tekstual dan fungsinya dalam suatu konteks, salurannya, mode retorikanya misalnya (membujuk, menjelaskan, mendidik, dan sebagainya).

Aspek Ko-Teks dan Konteks dalam Wacana Teks Film Doraemon
Pada bagian ini dibahas aspek ko-teks dan aspek konteks yang mendukung terciptanya wacana teks film Doraemon. Melalui pemahaman aspek ko-teks dan konteks tersebut pembaca dapat memperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap wacana teks film Doraemon.
Para pemeran dalam film Doraemon ini adalah: (1) Doraemon (D), (2) Nobita (N), (3) Ibu (I), (4) Bapak (B), (5) Sizuka (S), (6) Suneo (SN), (7) Giant (G), (8) alat Doraemon (A) (9) penagih koran (PK), dan (10) pedagang keliling (PK) dan yang dimaksud dengan Tt adalah tuturan.

Teks 1 (Film Doraemon 1)
Tt 1. I : Kami mau ke Hokkaido untuk menghadiri pesta pernikahan saudara sepupumu, Sumire.
2. B : Pulangnya besok malam
3. N : Aku juga mau ikut
4. I : Kan kamu nggak boleh bolos sekolah 2 hari.
5. B : Lebih enak tinggal di rumah kan ada Doraemon.
6. I : Iya, benar kalau ditemani Doraemon aku tak perlu cemas.
7. N : Selamat jalan.

Kata kami pada tuturan pertama yang diucapkan oleh ibu Nobita adalah kami yang mempunyai makna lebih dari satu orang. Hal ini akan bisa dipahami siapa yang dimaksud dengan kami selain ibu Nobita adalah dengan melihat aspek konteks tuturan berupa medan wacana dan pelibat wacana yang pada waktu tuturan tersebut diucapkan ibu Nobita sedang bersama ayahnya dalam keadaan ibu dan bapaknya sudah siap pergi dengan pakaian khusus sambil membawa perlengkapan koper dan bekal. Pemahaman tuturan kesatu ini juga ditunjang oleh aspek ko-teks yang berupa tuturan kedua yang diucapkan oleh ayah Nobita yang menyatakan bahwa mereka akan pulang dari Hokaido besok malam. Kata nya pada tuturan 2 dipahami berdasarkan aspek ko-teks berupa pernyataan pada kalimat 1. Adapun tuturan 3 juga baru bisa dipahami jika kita memperhatikan aspek ko-teks atau kalimat yang mengelilinginya yaitu tuturan 1. Jika tuturan 3 didengarkan secara terpisah tidak akan diketahui kemanakah Nobita akan ikut? Siapakah yang akan diikuti oleh Nobita?.
Tuturan 4 yang diucapkan oleh ibu Nobita bisa dipahami bahwa konteks kultural yang melingkupi budaya dan norma para partisipan tuturan tidak menghendaki seorang anak bolos sekolah 2 hari. Adapun tuturan 5 dan 6 dapat dipahami bahwa mereka sudah tahu kehebatan Doraemon sehingga ibu dan ayah Nobita mempercayai Doraemon untuk menemaninya di rumah. Hal ini juga dipertegas oleh aspek ko-teks berupa tuturan 7 yang diucapkan oleh Nobita yaitu dia tidak juga menyangkal akan skemata orang tuanya tentang dapat dipercayainya Doraemon untuk menemaninya, dan ucapan Selamat jalan menyatakan bahwa ia sudah siap ditinggal pergi dengan ditemani Doraemon.
Teks pertama tersebut jika sekilas dibaca oleh orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang siapa Doraemon akan bertanya–tanya siapakah Doraemon, sehingga orang tua tidak perlu cemas meninggalkan anaknya sendirian karena telah ditemani oleh Doraemon.
Teks II (Film Doraemon 1)
Tt 1. N : Doraemon, ada sesuatu yang menyulitkan!
2. D : Wah, Nobita ada yang perlu dibicarakan. Aku ada urusan mendadak, jadi 2 atau 3 hari aku pergi.
3. N : Tapi.....
4. D : Oh ya. Pakai ini saja” Tali Penolong”. Karena tali ini akan menolong apa saja. Sudah ya!

Untuk memahami teks II ini misalnya tuturan 1 tentang apa yang dimaksud dengan sesuatu yang menyulitkan adalah harus dipahami dari ko-teks yang mendahuluinya berupa teks I yang menyatakan bahwa Nobita telah ditinggal pergi oleh orangtuanya selama 2 hari. Tuturan 2 dari Doraemon dapat dipahami dari konteks situasi berupa aspek pelibat wacana yaitu Doraemon yang statusnya sebagai sahabat Nobita yang sudah memahami karakter Nobita yang cengeng sehingga ia tidak menanggapi kesulitan yang dihadapi oleh Nobita, bahkan Doraemon tidak ingin tahu apa kesulitan yang akan dikatakan oleh Nobita, bahkan dia mengatakan akan meninggalkannya juga.
Tuturan 3 dari Nobita yaitu tapi.... tidak akan bisa dipahami jika tidak mengetahui konteks situasi sebagaimana pendapat Halliday dan Hasan (1989:12-20) yang menyatakan bahwa menurut asumsi pendekatan sosiosemantik, subjek merekayasa piranti konteks menjadi fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Dalam tuturan 3 tersebut penutur menggunakan fungsi interpersonal yaitu merekayasa konteks hubungan peran, status dan hubungan sosial pemakai bahasa untuk memilih unsur-unsur leksis yang tepat, yaitu berupa kata tapi.. Kata tersebut sudah bisa dipahami oleh mitra tuturnya yaitu Doraemon bahwa sahabatnya Nobita pasti membutuhkan bantuan alatnya yang ada pada kantong ajaibnya. Dengan demikian, tuturan 4 dari Doraemon menyatakan bahwa Doraemon telah memberikan alatnya berupa tali penolong yang selanjutnya dia pergi.
Pada seri cerita yang lain dengan judul Kalender yang berubah tanggal, konteks situasi khususnya yang terkait dengan pelibat wacana ini, sebagaimana terdapat pada kutipan teks berikut.

TEKS III (Film Doraemon 2)
N : Tak lama lagi hari Natal tiba, apa tidak bisa dipercepat?
Hai Mon! Rubah kalender?
D : Bisa bisa. Kalender yang berubah tanggal.
Kalau skrupnya diputar, tanggalnya akan berubah.

Teks ketiga tersebut juga merupakan kutipan yang memanfaatkan aspek konteks yang berupa pelibat wacana. Pada teks tersebut yang menjadi pelibat wacana adalah Nobita dan Doraemon yang masing-masing pemeran sudah tahu karakter masing-masing mitra tuturnya. Nobita yang sudah lama menjadi sahabat Doraemon selalu ingin menempuh jalan pintas dan selalu merengek pada Doraemon untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Fungsi interpersonal digunakan penutur melalui ucapannya untuk merubah kalender dan mempercepat tanggal. Ucapan Nobita tersebut sudah bisa dipahami oleh mitra tuturnya yaitu Doraemon, dengan pemahaman bahwa Nobita meminta Doraemon untuk mengeluarkan kantong ajaibnya sehingga diperoleh alat yang dapat mempercepat waktu.
Pada seri cerita yang lain, yang berjudul Menukar Mama, aspek konteks yang berupa pelibat wacana ini nampak pada kutipan teks film berikut.

Teks IV (Film Doraemon 3)
S : Aku tak salah, yang salah papa.
SN : Dari dulu mamaku selalu begitu
N : Sudah tak sayang sudah tak ramah. AA… Malangnya aku, mungkin hanya aku
saja.
D : Sudah, kalian tak boleh berkata begitu. Mau tahu sebabnya, segera kita menukar
mama.
S : EE…
D : Siapkan foto Ibu kalian, dikocok, cya…cya…, dibagi tiga.
Nobita mendapat ibunya Shizuka.
Shizuka mendapat ibunya Suneo
Suneo mendapat ibunya Nobita.
Bagaimana setuju tidak?
Nah, masukkan masing-masing lembar kasus keluarga.
Pulanglah ke Ibu yang baru.
N : Jadi Ibuku diganti ya.

Empat pelibat wacana pada kutipan teks IV di atas adalah Shizuka, Suneo, Nobita, dan Doraemon merupakan teman yang sudah memahami karakter masing-masing dan sudah mengetahui kelebihan Doraemon, sehingga semua pelibat wacana tidak menolak apa yang diminta Doraemon untuk mengganti mama. Istilah mengganti mama merupakan hal yang tak biasa di mata anak yang belum mengetahui siapa itu Doraemon. Sebagaimana dinyatakan oleh Brown & Yule (1986:1) bahwa analisis wacana tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk linguistik yang bebas dari tujuan dan fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia.

Teks V (Fil Doraemon 1)

Tt. 1. N : Keterlaluan, keterlaluan, semuanya meninggalkanku sendirian.
2. A : Syuu----------sst
3. N : Hugh, menyebalkan, aku nggak mau dihibur olehmu.
Ah membosankan sekali. Main di luar juga nggak bisa.
Siapa yang mau menggantikanku jaga rumah?
Eh, kamu mau menjaga rumah?
Tapi, tali kan belum pernah menjaga rumah.
Nggak apa-apa?
Kalau begitu tolong ya.
Tapi aku jadi khawatir.

Untuk memahami teks V tersebut diperlukan pemahaman tentang ko-teks berupa teks yang mendahuluinya. Contoh tuturan 1 bisa dipahami dari ko-teks berupa teks I dan II bahwa yang dimaksud dengan semuanya adalah ibu, bapak (ibu dan ayah Nobita) dan Doraemon yang telah meninggalkan Nobita. Tuturan 2 sulit dipahami jika tuturan itu tidak dikaitkan dengan medan wacana berupa proses dan struktur partisipan, serta keadaan yang melingkupi sebagaimana dinyatakan oleh Halliday dan Hasan (1985:12-15). Medan wacana pada teks V ini menyatakan bahwa Nobita tinggal di rumah dengan hanya ditemani oleh alat Doraemon yaitu berupa tali penolong yang dapat dirujuk dari ko-teks yang ada pada teks II.
Tuturan 2 menyatakan tentang proses bekerjanya alat Doraemon yang pada waktu terjadinya tuturan merupakan bagian dari partisipan yang dapat bersuara, bergerak, dan berpartisipasi serta berperan membantu Nobita dalam menjaga rumah.

Teks VI (Film Doraemon 1)
Tt. 1 PK : Selamat siang. Tagihan koran! Permisi.... Ah tak ada yang di rumah, repot juga nih.
2.A : Derrrt...srut srut.............
3. PK : Ini kembali dan kwitansinya, terimakasih.
4. N : Wah berhasil juga.

Teks VII (Film Doraemon 1)

Tt.1. PK : Permisi, saya pedagang keliling. Apa anda mau belanja?
2. A : Tak perlu apa-apa.
3. PK : Aku tak akan pulang.
: Uh.... Aku gagal.

Pada teks VI dapat ditemukan konteks kultural berupa budaya norma di masyarakat Jepang tentang tata cara tagihan koran dan pedagang keliling yang menawarkan barangnya. Konteks situasi pada teks VI dan VII mengacu pada pendapat Brown & Yule (1996:35) yang menjelaskan tentang hubungan kategori-kategori ciri-ciri yang relevan dari para peserta tuturan berupa perbuatan verbal dan nonverbal, serta tujuan-tujuan yang relevan dari tuturan serta akibat dari perbuatan.
Sebagaimana teks VI yang peserta tuturnya adalah manusia dan alat Doraemon. Penagih koran yang tidak menemukan seorangpun di rumah Nobita, akan tetapi dia merasa lega karena telah menemukan apa yang diminta, yaitu uang tagihan koran. Budaya mengucapkan terimakasih selalu melekat meskipun yang ia hadapi bukan manusia.

Teks VIII (Film Doraemon 1)

Tt 1. N : Aman deh..... main ke rumah Shizuka ah..........
2. SN : Main kasti yuk!
3. G : Ayo ikut!
4. N : Sebel, kalau kalah aku pasti dipukul.
5. G : Hei Nobita! Awas kalau kamu bikin kesalahan!
6. N : Ah..... pakai mengancam segala.......
: Waa, sudah dipukul tinggi sekali bolanya.
: Ini sih nggak bisa ditangkap
7. A : Syut...Tap...plop.
8. N : Kapan kamu datang ke sini? Dan bagaimana menjaga rumahnya?
Hah, sudah dikunci?
9. S + G : Tangkapan yang bagus. Permainanmu bagus. Giliranmu memukul sekarang!
10. N : Tolong ya masukkan ke kantong.
11. G : Ini kesempatan, kalau nggak terpukul keterlaluan!
12. N : Lagi-lagi begitu.
Tak. Waa. Home run! Waa...waa...Nobita hebat!.

Konteks yang melatarbelakangi teks VIII ini adalah merujuk pada suasana di luar rumah. Tuturan pertama merujuk pada aspek koteks yang dipahami dari wacana pada teks VII yaitu tentang kemampuan alat Doraemon untuk menjaga rumah, melayani penagih koran, dan mengusir pedagang keliling yang bandel. Hal ini sesuai dengan pendapat Cook (1989:9) yang menyatakan bahwa dalam menafsirkan suatu kalimat dalam wacana seorang analis selalu dibatasi penafsirannya pada teks sebelum dan sesudahnya yang disebut ko-teks. Ko-teks dapat berupa ujaran, kata, kalimat, paragraf, wacana, atau teks lain.

Tuturan pertama yang diucapkan Nobita dapat dipahami bahwa kalimat ini diucapkan pada konteks fisik dan keadaan Nobita sedang dalam perjalanan ke rumah Shizuka. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahab (1990:57-60) bahwa analis wacana memerlukan interpretasi untuk dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur dengan menggunakan prinsip interpretasi lokal sehingga tidak menciptakan konteks yang lebih luas dari yang diperlukan.
Adapun prinsip analogi dari tuturan pertama dan kedua ini dapat digambarkan bahwa pada saat Nobita sedang dalam keadaan senang karena akan bermain ke rumah Shizuka (teman perempuan yang disukainya), tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara Suneo dan Giant yang mengajaknya main kasti dengan perkataan yang bernada mengancam.
Berdasarkan aktivitas sosial dan proses kegiatan serta partisipan yang merupakan bagian dari medan wacana dan berdasarkan prinsip analogi dapat dipahami bahwa Nobita sedang dalam keadaan sulit, karena ulah Giant dan Suneo (teman yang selalu mengganggunya) di lapangan kasti. Pada saat sulit tersebut alat Doraemon datang membantunya sehingga permainan berakhir dengan kemenangan Nobita.

Teks IX (Film Doraemon 1)

Tt. 1. N : Kamu benar-benar bisa diandalkan, ya.
Shizuka ayo main denganku!
2. S : Aku sedang disuruh Ibu.
3. N : Jadi setelah kamu pulang kita main.
4. S : Tempatnya jauh sekali lho.
5. N : Kamu mau jadi apa?
6. A : Toplak-toplak.....
7. N : Dengan kuda lebih cepat.
8. S : Kyaaaa... cepat sekali!

Teks IX dapat dipahami bahwa konteks situasi yang terjadi meliputi aktivitas yang menyenangkan karena penutur dan mitranya adalah pelibat wacana yang mempunyai hubungan akrab dan saling menyukai serta ditambah dengan alat Doraemon yang selalu membantu keperluan mereka.
Tuturan 1 menyatakan tentang kepuasan Nobita terhadap alat Doraemon yang telah membantunya dalam permainan kasti, sebagaimana dapat dilihat pada koteks yang mendahuluinya. Tuturan 2 dapat dipahami dari aspek kultural, di mana norma budaya dari anak yang berbakti pada ibunya yang melekat pada diri pemeran Shizuka ini. Tuturan 5 sebenarnya merupakan penolakan yang halus dari Shizuka. Akan tetapi Nobita yang sangat menyukai Shizuka tidak mau menyerah, ia lalu memanfaatkan alat Doraemon dan mengubahnya menjadi kuda sehingga dapat mengantarkan Shizuka ke tempat yang dituju dengan cepat. Dengan demikian, akhirnya keduanya mempunyai kesempatan bermain bersama.

SIMPULAN
Dari uraian analisis wacana tentang ko-teks dan konteks pada wacana teks film Doraemon tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut. Aspek ko-teks yang mempengaruhi pemahaman teks film Doraemon berupa kalimat, atau wacana berupa teks yang mendahului dan mengikutnya yang mendukung arti teks sesudah atau sebelumnya. Adapun aspek konteks yang mempengaruhi pemahaman wacana teks film Doraemon adalah berupa konteks situasi dan konteks kultural. Konteks situasi mengacu pada medan wacana, pelibat wacana, dan organisasi wacana. Medan wacana tertentu mempengaruhi penutur untuk memilih tuturan tertentu sesuai dengan pelibat wacana yang lain. Disamping itu juga aspek skemata atau pengetahuan para pelibat wacana juga mempengaruhi tuturan para pemain film Doraemon ini. Begitu juga konteks kultural dari film tersebut yang menyatakan bahwa norma atau aturan tertentu berlaku di negara tempat pembuatan film tersebut yaitu negara Jepang tentang larangan seorang anak membolos dalam waktu 2 hari, budaya mengucapkan terimakasih, berbakti pada orang tua, serta aspek kultural yang terkait dengan sikap dan sifat para pelibat wacana yaitu sikap dan sifat Shizuka yang baik hati, dan sopan, lembut dan taat pada orang tua, sikap Giant yang kasar, sifat dan sikap Nobita yang cengeng dan selalu mengandalkan pada alat Doraemon.

DAFTAR RUJUKAN
Brown, G. & Yule, G. 1996. Discourse Analisys. Cambridge: Cambridge University Press.
Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1994. Wacana, Pemahaman dan Hubungan Unsur. Bandung: Eresco.
Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics. London: University Park Press.
Halliday, M.A.K. Hasan R. 1985. Language, Context, and Text: Aspect of Language in A Social Semaiotic Perspective. London: Oxford University Press.
Leech, G. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh: M.D.D. Oka. I. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics an Introduction. Oxford: Blackwell Publishers.
Mukalam & Hadi Hardono, P. 2006. Teori Interpretation Paul Ricoueur Telaah tentang Kritiknya atas Hermenutika Romantis dan Strukturalisme. Dalam Humanioka, 19(2) April 2006. Yogjakarta: Fakultas Ilmu Budaya.
Schiffrin, D. 1994. Approaches to Discourse. USA: Blackwell Publisher.
Stubbs, M. 1983. Discourse Analysis. Chicago: The University of Chicago Press.
Van Dijk, Teun, A. 1977. Text and Context. London: Longman.
Wahab, Abdul. 1988. Linguistik: dari Pra-Sokrates ke Pragmatik. Malang: Penyelenggaraan Pendidikan Pascasarjana Proyek Peningkatan/ Pengembangan Perguruan Tinggi IKIP Malang.
Wahab, Abdul. 1990. Butir-Butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.
Wirth, Jessica R. 1984. Assessing Linguistic Arguments. New York: John Wiley and Sons.


LAMPIRAN

Teks Film Doraemon 1:

TEMAN YANG PANJANG DAN PENDEK

I : Kami mau ke Hokkaido untuk menghadiri pesta pernikahan saudara sepupumu, Sumire.
B : Pulangnya besok malam
N : Aku juga mau ikut
I : Kan kamu nggak boleh bolos sekolah 2 hari.
B : Lebih enak tinggal di rumah kan ada Doraemon.
I : Iya, benar kalau ditemani Doraemon aku tak perlu cemas.
N : Selamat jalan.
N : Doraemon, ada sesuatu yang menyulitkan!
D : Wah, Nobita ada yang perlu dibicarakan. Aku ada urusan mendadak, jadi 2 atau 3 hari aku pergi.
N : Tapi.....
D : Oh ya. Pakai ini saja” Tali Penolong”. Karena tali ini akan menolong apa saja. Sudah ya!
N : Keterlaluan, keterlaluan, semuanya meninggalkanku sendirian.
A : Syuu----------sst
N : Hugh, menyebalkan, aku nggak mau dihibur olehmu.
Ah membosankan sekali. Main di luar juga nggak bisa.
Siapa yang mau menggantikanku jaga rumah?
Eh, kamu mau menjaga rumah?
Tapi, tali kan belum pernah menjaga rumah.
Nggak apa-apa?
Kalau begitu tolong ya.
Tapi aku jadi khawatir.
PK : Selamat siang. Tagihan koran! Permisi.... Ah tak ada yang di rumah, repot juga nih.
A : Derrrt...srut srut.............
PK : Ini kembali dan kwitansinya, terimakasih.
N : Wah berhasil juga.
PK : Permisi, saya pedagang keliling. Apa anda mau belanja?
A : Tak perlu apa-apa.
PK : Aku tak akan pulang.
Uh.... Aku gagal.
N : Aman deh..... main ke rumah Shizuka ah..........
SN : Main kasti yuk!
G : Ayo ikut!
N : Sebel, kalau kalah aku pasti dipukul.
G : Hei Nobita! Awas kalau kamu bikin kesalahan!
N : Ah..... pakai mengancam segala.......
: Waa, sudah dipukul tinggi sekali bolanya.
: Ini sih nggak bisa ditangkap
A : Syut...Tap...plop.
N : Kapan kamu datang ke sini? Dan bagaimana menjaga rumahnya?
Hah, sudah dikunci?
S + G : Tangkapan yang bagus. Permainanmu bagus. Giliranmu memukul sekarang!
N : Tolong ya masukkan ke kantong.
G : Ini kesempatan, kalau nggak terpukul keterlaluan!
N : Lagi-lagi begitu.
Tak. Waa. Home run! Waa...waa...Nobita hebat!.
N : Kamu benar-benar bisa diandalkan, ya.
Shizuka ayo main denganku!
S : Aku sedang disuruh ibu.
N : Jadi setelah kamu pulang kita main.
S : Tempatnya jauh sekali lho.
N : Kamu mau jadi apa?
A : Toplak-toplak.....
N : Dengan kuda lebih cepat.
S : Kyaaaa... cepat sekali!

Teks Film Doraemon 2

KALENDER YANG BERUBAH TANGGAL
N : Ya…ya…tak apa-apa. Sekarang aja Bu. Sama saja kan sekarang atau besok. Ayolah Bu.
I : Sabar dong, sekarang kan baru tanggal 22 Desember. Itu hadiah Natal! Sebaiknya sih diberikan pada hari Natal.
N : Aku dapat hadiah Roll Skate.
D : Asyik ya.
N :Kenapa tidak cepat diberikan ya. Aku ingin pakai sepuasnya. Gampang sih, tapi ibu pasti tak akan mengerti.
Hari ini hari Senin, cuaca cerah.Tapi tak bias apa-apa.
Tak lama lagi hari natal tiba. Apa tidak bias dipercepat.
T : Minggu petang, Apa kabar Anda semua?
I : Hari Minggu?
N : Terlanjur
I : Televisi..tak pantas mengatakan hal yang tak benar.
D : Ya baguskan?
N : Yang penting hadiahnya.
I : Rencananya kita akan beli hari Minggu, tapi semuanya kelupaan.
A.. bila dilihat lagi, hari ini benar-benar tanggal 22.
N :Mau shopping, selamat berbelanja. Pasti maubeli skate.
… dan seterusnya.


Teks Film Doraemon 3

D : Siapkan foto Ibu kalian semua.
Dikocok cya cya, dibagi 3,NObita dapat ibunya Shizuka.
Shizuka mendapat ibunya Suneo.
Soneo mendapat ibunya Nobita.
Bagimana setuju tidak? Seandainya ditukar saja.
Nah , masukkan masing-masing lembar “kasus keluarga”.
Pulanglah ke Ibu yang baru.
N : Jadi Ibuku diganti ya?
D : Udahlah pulang saja jangan khawatir.
N : Ada PR, aku mau ambil buku catatan dulu.
D : E…tunggu tunggu.
I : Oh Nobita. Soneo sedang tak ada di rumah, ada perlu?
D : Ini kan sudah jadi rumah Soneo?
Rumahmu di sini sambil mengucapkan salam.
N : Malu ah.
D : Tak apa-apa.
I : Adaapa?
N : Maaf mengganggu.
D : Tidak enak ya?
N : Keringat dingin. Mesti bagaimana nih.
D : Jadi repot ya. Tidak betah ya lama-lama di rumah ini.
… dan seterusnya.

*Nurhidayati Dosen Sastra Arab Universitas Negeri Malang

0 comments

Posting Komentar

silahkan berkomentar dengan bijak, sopan, dan santun. termiakasih telah mampir dan membaca blog kami.